Postingan

SERENGETI DAN RAGDOLL

Serengeti dan Ragdoll Ada perut besar yang terus merasa lapar Ada yang kelaparan hanya bisa  memakan udara Ada salju yang dingin Ada gurun Ada pula yang terjebak di antara kemarau dan hujan Apa yang harus aku lakukan? Ada matahari yang cerah Ada dingin dan kegelapan Ada tunas yang baru saja lahir Ada tua yang membusuk di dalam tanah Ada pemuja setan Ada yang taat pada Tuhan Ada pula yang meragukan keduanya Apa yang harus aku lakukan? Ada asap pabrik Ada tumpahan minyak di laut Ada burung pelikan yang mati Ada mawar merah muda yang mekar Ada bakteri yang menjijikan Ada anak kecil yang bermain dengan balon Ada pula yang siap dengan pistol besar di tangannya Ada kerumunan Ada kesepian Ada ledakan di tengah kota Ada kalajengking hitam yang berjalan Ada rumput hijau yang menerobos tandusnya tanah Ada Ragdoll yang manis dan lucu disukai banyak orang Ada Serengeti yang tampak buas ditakuti banyak orang Ada pula kucing yang tak punya tuan Katakan apa yang harus aku lakukan?

MAGENTA: Son of The Sun

    MAGENTA: Son of The Sun Kala itu mentari cukup terang namun tetap meneduhkan. Awan putih di awal hari masih memudar sehingga birunya langit menampakkan saturasi nan kuat. Pagi yang mulai menghangat seiring jatuhnya embun sisa-sisa hujan semalam. Dedaunan berwarna hijau neon megar kembali, atap bagi laba-laba yang membangun sarangnya di sela-sela batang yang rendah tanpa cabang. Hmmm... 7 tahun berlalu, Aku lupa saat itu sedang musim apa, karena alam sulit sekali ditebak seperti hati manusia. Terkadang hujan jatuh di saat kemarau, seperti halnya hati jatuh pada siapa yang tak pernah disangka-sangka dan di waktu yang tidak terduga pula. Ckckck. Hari itu tidak terlalu panas tapi sangat cerah, matahari sedang indah-indahnya. Entah itu hari Rabu atau Kamis, aku benar-benar tidak dapat mengingatnya, tapi yang jelas itu bukan Senin atau Selasa apalagi Jumat. Jelas kutahu karena kita sedang tidak memakai putih biru atau pramuka, melainkan motif kotak-kotak krem dengan gradasi tiga warna. S

TENTANG PERNIKAHAN

 Tentang Pernikahan Menikah.. Apa alasan orang menikah? Karena saling mencintai. 2 Sejoli yang memadu kasih dalam ikatan pernikahan. Ibuku pernah bilang agar menikah dengan pasangan yang baik hati. Klise. Menikah dengan orang yang tidak hanya mencintai kita namun juga keluarga kita. Oke, aku setuju. Kata orang menikah itu butuh banyak pertimbangan, maksudku dalam mencari pasangan. Bibit Bebet Bobot..  Bagaimana dengan Babat dan Bubut? dua huruf vokal yang terlupa. Kasihan. Ah, tapi terserah. Mencari pasangan? Ah, entahlah.  Bagaimana dengan harta, usia, dan status?  Perlukah aku memikirkan hal ini? Ibuku bilang tidak ada masalah. Ibu, bagaimana bila aku menikah dengan seseorang yang mempunyai pekerjaan biasa-biasa saja? Ibu, bagaimana bila aku menikah dengan seseorang yang usianya jauh di atas atau di bawahku? Ibu, bagaimana bila aku menikah dengan seorang duda bukannya perjaka?  "Yang penting dia menerima dan menyayangimu serta keluargamu.. tidak memukulmu walaupun hanya sekali,

MAGENTA: Sandi

 “Magenta Prosopo” Ingatkah saat ramai orang menuju ke lapangan Tetapi kamu hanya diam mematung di kelas Duduk bersandar di kursi paling belakang Di sudut ruangan paling gelap dekat aula Aku lewat dan melirikmu lewat celah jendela Tidak ada yang mampu mengalihkan fokusmu Bahkan lalat sekalipun tidak Dahi yang tertutup rambut gaya koma Mata sipit namun tajam memikat Bibir merah jambu yang terbelah bagian tengahnya Bulan sabit di kiri dan kanan pipi Segitiga Prosopo membujur sempurna 120 derajat Meridian timur dari Greenwich Membentang dari kutub utara melintasi Samudra Arktik Asia Hindia Antartika hingga Kutub selatan Tatapanmu dingin namun menyejukkan Tiadalah senyum yang lebih mematikan Tiada kemilau melainkan magenta Hanya magenta..

Insan yang Pernah Memenuhi Diri, Terima kasih..

Insan yang pernah memenuhi diri Terima kasih,   Sekalian aku ingin berpesan.. Nikmatilah kala menjadi istimewa. Nikmati selagi masih bisa Jika masa itu telah usai maka kamu tak akan bisa Mengecap manisnya walaupun hanya untuk sesaat Tidak bisa memintanya walaupun dengan mengemis Tidak untuk semenit ataupun sedetik. Menunggu bukan pilihan Menunggu tidak akan berhasil Sebab waktu tidak mengenal kata iba Berjalan gagah seperti ksatria Berlari kencang seperti kuda Waktu tidak bisa kembali seperti halnya harapan orang-orang bodoh yang pupus Kini saatnya aku membebaskan belenggu Ibarat seekor burung Aku lebih memilih tertembak dan kemudian mati Ketimbang selamanya harus terkurung dalam sangkar Apa yang sudah terlewat tidak lagi mampu digenggam Apa saja yang telah disia-siakan akan pergi dengan sendirinya Kutub magnet yang telah melangkah sejauh angkasa Meraba permukaan dimensi perasaan Ternyata tidak ada lagi yang tersisa Hati yang pernah untukmu kini telah berpali

"Mengecup Ladang Gandum" Mencicip Manisnya Telaga Pengetahuan

"Mengecup Ladang Gandum" Membuka kerahmu perlahan Aku datang dan menapaki setiap inci dirimu Menabrak dengan lembut Menatap penuh rasa kekaguman Harta karun yang ada dihadapanku Indah tanpa cela Kuning langsat dengan aroma akasia Halus tanpa cacat Seakan datang dari Surga tanpa perantara Sore hari dengan segelas teh manis Duduk bersandar pada kursi tua Aku membukanya dengan malu-malu namun tiada ragu Mencicipi perlahan ladang gandum ilmu pengetahuan Yang jarang terjamah orang Jendela dunia yang sering digadang-gadang Yang langka tersentuh tangan Lembaran wangi dengan tinta hitam Hitam yang menghiasi setiap sudut ruangan Membungkus deretan Alfabet dengan mesra Besar kecil berpadu dengan damai Ratusan bahkan ribuan halaman tak akan cukup untukku Habiskan waktu bersamamu Seakan mabuk karena meneguk anggur Pikiranku telah terisi olehmu Engkau memenuhi diriku dengan dirimu Perlahan-lahan semakin dalam Tajam menghantam tanpa permisi ataupun basa basi

"Pembual Payah" sungguh payah..

"Pembual Payah" Permainan yang tak pernah kau mulai Semenit saja tidak Hanya belum Permainan yang tak bisa kau akhiri Sedetik pun tidak Pasti tidak Senyuman mistis menyiratkan segala hal Kau menulis dengan pena biru Jejakmu menorehkan sejarah Tentang sebuah permainan Membuatmu basah dan berkeringat Alis yang berkerut-kerut memendam segala rahasia Kau menoleh ke kiri dan ke kanan Mencari jawaban Kemana perginya si kucing dan si kelinci Pembual payah tidak akan pernah bisa lari Pembual payah sedang panik Pembual payah mulai tak sadarkan diri Pembual payah telah tenggelam Hanyut dalam emosi Suara yang tiba-tiba menjadi parau Berat dan tertahan sesuatu Lepaskan saja Apa yang menjadi bebanmu Teteskan saja Apa yang ada dalam hatimu

"PERAK" Sebuah tulisan untuk Jeno

PERAK Cahaya matahari melintasi celah jendela yang terbuka Dalam bening dagingnya yang tertembus mentari pagi Kulihat pembuluh darahnya yang merah terbayang nyata Bercabang-cabang membentuk pola Seperti ranting-ranting kecil di balik kulit telinga Perak bulunya membalut mewah Kelucuan, keluguan terpancar dari mata bulatnya Bola matanya mengandung batu emerald hijau Tajam mengawasi di kegelapan Malam hari ia berlari Memanjat pagi hari dengan kaki-kaki kecilnya Halus bulunya melebihi sutra Ceria wajahnya menyambut setiap mata Bila lelah, ia merangkak naik dan tertidur dalam pangkuan Bermimpi indah di tengah asingnya dunia Aku menjadi yang terdekat dan terjauh baginya Yang kutawarkan hanyalah rasa kasih sayang Kulit yang tak lagi mulus ketika bersamanya Ia mencabik dengan rasa sayang Dan aku menyukainya Lembayungku di kala senja, teruslah berada disampingku Tubuh perakmu adalah pemuas dahagaku Mengelus dan memelukmu setiap pagi adalah bahagiaku Jeno-yaa..

"Dunia adalah Neraka"

“Dunia adalah Neraka” Pemurung sejati Tidak bergeming pergi dan tetap merajai diri Ingin rasanya beranjak dari tempatku berdiri Kini hanya ada aku bersama kamboja putih Harumnya tajam menusuki jantung ini Untuk apa sebenarnya aku kemari? Bukannya tanpa esensi Jasad bernyawa ini hanya ingin menggapai tempat yang sepi Lelah semakin menjadi-jadi Hidup seakan tak ada arti Terkadang hati kurasa sepi Aku tidak mampu menikam hari malah diriku sendiri Nur yang tak kunjung kembali Aku menanti dalam gelapnya pagi Hitamkan asa dan terus berlari menjauhi matahari Membakar diri melukai hati Meratapi pati Mati yang tak kunjung menghampiri diri

Panggung Hitam

“Panggung Hitam” Kuhentakkan pedal kuat-kuat Mama, ini menyakitkan Orang-orang memujaku dengan teriakan menyeramkan Aloato.. Aolato.. Aoalto.. Hanya itu yang kudengar Terkadang lambat tiba-tiba cepat Mereka tertawa bahagia Aku juga sama Memang seperti itu aku ingin mereka mengira Di tempatku berdiri terasa panas Tanganku perih namun sinar gitar tak bisa memainkan dirinya sendiri Mama, di sini penuh cahaya kuning-kemerahan menyilaukan Aku bergerak maju mundur dan semakin dalam Tiada tempat sembunyi dari apa yang ada di depan dan belakangku

Bocah Kecil di Tengah Konflik

Bocah Kecil di Tengah Konflik Apakabar sayangku? Lama kau buatku terbelenggu dalam pekat ayumu Lama kuikuti setiap perdebatanmu sejauh bisa kutangkap Mengadopsi setiap tutur kata gayamu bercakap Memperbudakku dalam romansa cinta penuh semiotika Yang ternyata hanya pandaimu saja beretorika Berkaca pada fasad transparan namun nyatanya gelap Memercik elegi air namun kosong getaran Begitukah cara candu menggerogoti inangnya? Begitukah indah cinta membuat insan kerap mengenangnya? Manisnya rasa mengutuk hati menjadi fakir Dan asmara ini memang tidak sehat kupikir Jika ditelisik Penuh rasa sakit fisik Meringankan sedetik namun sadis membunuh tanpa dikritik Tanpa ampun Menjelma bak sejumput narasi beracun Menjejal pangkal tenggorokan dengan rakus Nadiku untungnya hanya tergores sedikit tak sampai putus Tapi caramu menahanku sungguh menyiksa Mengibas tiap luka yang keranjingan tersiram cuka Rambut malaikatmu kejam mengikatku Menekan ujung lidahku yang terus saja kelu

Jam Ke-25

Jam Ke-25 By: Dewi Yuliani Islamiyah Hai, Dunia.. Bagaimana kabarmu hari ini? Lama tak bersua, lama kita tak sanding berdua kukira Aku seolah lari dari fakta bahwa kita tengah saling bermusuhan Melakoni peran sebagai si bijak dan si durjana Berpura-pura.. Bermain drama klasik bak aktor laga Bukan.. Maksudku bukan kita! Tapi hanya aku, aku yang terus saja mengumpatmu dalam sanubariku Aku yang terus saja bergidik geli melihat caramu memperlakukanku Tempo hari kau menghujaniku dengan jutaan luka dan derita Sadis memang.. Hai, Dunia.. Bagaimana kabarmu hari ini? Rasanya jiwaku sedikit tertahan pada desahan jam pasir tua Suara gemericiknya menikamku bagai racikan racun Menjejal kerongkonganku dengan trik-trik gila Memaksaku mencerna sebuah fenomena baru yang lebih mirip anomali Mustahil nalarku akan sampai sekalipun secanggih mesin terminator Sesuatu ini telah hadir sebagai representatif nyata dari kesempatan kedua Sedikit menyakitkan seperti duri, namun melegakan sep